Selasa, 20 Mei 2008

TIGA PETUAH PAPAH TENTANG CINTA


Disadari atau tidak, setiap anak laki-laki gemar meniru apa yang dilakukan oleh bapaknya. Baik ucapan maupun perbuatan, setuju ?

Begitupun saya. Boleh saja saya mengaku belajar dari buku, atau dari para guru kehidupan. Namun petuah yang diwariskan oleh Papah lah yang biasanya paling membekas di sanubari.

Dan kawan, diantara petuah sakti tersebut adalah tentang cinta

Petuah pertama, "Gah, jangan pacaran hingga kau masuk bangku kuliah. Karena itulah saat dimana para wanita berada di puncak kecantikannya"

Saya dapatkan petuah ini saat dibangku sekolah dasar. Saat kelas enam, dimana satu-persatu teman dekatku yang mulai puber, mempraktekan ajaran sesat sinetron dan film india yang bernama pacaran. Saya ingat, saat itu ada tiga anak gadis yang kuincar. Si gadis pintar rendah hati, si gadis tinggi putih langsat, dan si gadis manis imut di kelas sebelah.

Saya ingiiin sekali menggandeng salah satunya. Apalagi, ternyata rahasia yang saya simpan rapat-rapat ini ternyata bocor juga. Entah siapa diantara sobatku yang tega membocorkannya. Tau sendiri dong, fakta yang menyebar seolah bahan bakar yang akan menyulut kenekatan seorang bocah laki-laki yang hormon cintanya sedang meledak-ledak.

Hingga akhirnya petuah Papah meredam semuanya, saya memutuskan menunda pacaran.

Dan di bangku SMA, petuah papah ternyata mengantar saya pada petuah yang lebih baik. Saya tidak mau pacaran!

Karena puji syukur alhamdulillah, Allah kirimkan alumni soleh dan solehah ke sekolah kami. Allah kenalkan cerpen dan novel islami di Pasar Buku Palasari. Menjejalkan konsep kebenaran dalam sukmaku. Bahwa Islam memiliki konsep yang jauh lebih mak nyus daripada pacaran.

Petuah kedua, "Gah, salah satu ciri jodoh adalah, saat si dia terus terbayang di ingatan selama tiga bulan. Walau antara kau dan dia, tak sering berinteraksi"

Beliau menyampaikan petuah ini saat saya SMA, sambil membumbui kisah cintanya dengan mamahku. Dan tentu, sebuah teori yang dilandasi fakta di depan mata. Apalagi disampaikan oleh pria yang kita yakini kejujurannya, sangat sulit terbantahkan.

Sayapun mencoba mengamalkannya. Tiap ada wanita mampir ke salah satu sisi hati, saya layani namun saya pun tak mau liar menghampiri. Saya camkan petuah Papah. Harus sabar selama tiga bulan. Dan ternyata, konsep ini cukup efektif bagi saya untuk membedakan definisi antara simpati, kagum, dan cinta.

Namun, sekali lagi bahwa hidup ini berproses. Kita tak boleh memastikan jodoh, sebelum akad terucap. Petuah nomer dua ini, ternyata tetap memerlukan pelengkap berupa keimanan terhadap takdir. Saya harus belajar rela, bila si gadis tiga bulan tersebut, ternyata menerima pinangan lelaki lain untuk mengikat akad dengannya.

Namun, sebelum hal itu terjadi, boleh dong jika saya tetap menyempurnakan ikhtiar cinta ;)

Saya mengira, petuah nomer dua itu adalah akhir. Tapi ternyata tidak. Baru bulan ini papah menyampaikan petuah terbarunya. New release, fresh from the oven, aktual tajam dan terpercaya :P

Petuah ketiga itu adalah, "Gah, jangan tergesa dalam cinta. Kau harus mengoborol dan temui dirinya, minimal enam kali!"

Tapi ingat kawan, ada syarat dan ketentuan berlaku disini. Si dia harus memberi izin terlebih dahulu untuk ditemui, dan pertemuan itu harus tetap di koridor aturan syar'i.

Tak boleh berduaan, harus ada mahrom, atau minimal penengah. Agar syetan tak kuasa menghembuskan sikap bujuk rayu pada sang lelaki, dan sikap manis manja serta menggemaskan pada diri sang perempuan.

Saya setuju, dan berharap petuah nomer tiga ini bisa beres teramalkan tahun ini. Amiiin...

Demikianlah kawan, petuah dari Papahku tentang cinta. Moga bermanfaat ya :)

Kamis, 15 Mei 2008

BAGAIMANA SAYA MENGATASI PERASAAN KESENDIRIAN


Pernahkah anda merasa stagnan, bosan, dan sendirian?

Saya pernah, sebulan sekali malah :) dan memang rasanya sangat-sangat tidak nyaman.

Saat momen ini tiba, biasanya saya mendadak bingung dengan ilmu-ilmu yang sudah saya ketahui. Ilmu tarik nafas, ilmu kontemplasi, ilmu tilawah, ilmu dzikrullah, dan sebagainya.

Memang, mengetahui adalah hal yang berbeda dengan meresapi. Namun tidak perlu merasa menyesal, jika kita memang belum sempurna dalam meresapi ilmu-ilmu tersebut. Karena untuk itulah kita hidup. Untuk berproses.

Saya yakin, setiap kita memiliki kenangan manis dalam menjalani hidup. Hal itu bisa saja berupa ekspresi bangga dari orang tua, tatapan kagum dari kakak adik tercinta, ucapan terimakasih yang tulus dari sahabat terdekat, dan perasaan bahagia yang membuncah saat calon istri menerima pinangan kita ;)

Tidakkah kenangan menjadi manis, karena proses yang ada di setiap sendi-sendinya?

Dan lebih penting lagi, tidakkah kenangan menjadi manis, karena pada langkah demi langkah prosesnya, senantiasa ada orang lain yang tulus terlibat?

Begitulah, sebenarnya kita tak pernah benar-benar sendirian. Allah selalu mengirimkan hamba-Nya di sekitar kita. Hanya saja, benteng ego terlalu tinggi meliputi hati kita. Sehingga pancaran rasa sayang mereka, tidak sampai ke relung jiwa.

Maka mulai hari ini, anggaplah mereka sebagai jawaban Allah atas doa-doa kita. Hancurkan benteng ego di hati, tiada guna mendewa-dewakan gengsi.

Sombong sekali kita, bila Allah sudah kirimkan jawaban, namun kita tidak jua mau menyambutnya.

Allah sudah mengirimkan mereka
Yakinlah, mereka adalah kiriman terbaik dari Allah

Bukankah diantara ciri mereka yang mendapat naunganNya di akhirat kelak adalah seseorang yang bertemu karena Allah, dan berpisah jua karenaNya?

Hidup ini indah bila dijalani bersama-sama, setuju?

NB - Mungkin karena hikmah inilah, akhir-akhir ini saya semakin nyaman dan lancar bercerita pada orangtua, adik, dan sahabat saya. Bahkan mengenai hal-hal yang membuat saya tersipu malu :P