Senin, 11 Agustus 2008

KILAS BALIK PASCA LULUS (1)

Tahun ini bisa dikatakan produktifitas ngeblog saya berada di titik terendah, dua bulan engga posting bisa menjadi bukti nyata. Sebenarnya alasan bisa dicari-cari, tapi intinya sih saya tidak lagi menganggap blogging sebagai prioritas dalam aktivitas saya sehari-hari.

Akhir2 ini saya suka ngelamun, ngapain juga saya ngeblog, nulis hidup saya sehari-hari, toh malaikat juga udah nyatet di kiri dan kanan dengan detail detik per detik. Serius banget ya?

Tapi ya tentu saja tiap amal bergantung pada niat. Dan setiap niat baik seharusnya didukung oleh semangat yang stabil, sayangnya saya belum termasuk manusia yang ngeblog dengan sikap sekeren itu.

Salah satu sebabnya mungkin karena siklus hidup yang jauh berubah. Semenjak membuka bisnis di bidang kuliner, saya jadi sering pulang larut malam dan bangun tidur saat matahari meninggi. Untuk mandi pun sering cuma sekali sehari, tapi tenang karena yang jelas saya tetep ganteng lah pokoknya.

Baiklah, untuk melemaskan jari setelah cukup lama vakum, saya mau cerita tentang kilas balik hidup pasca lulus kuliah hingga hari ini.

Saya diwisuda september 2007, dan dari dulu memang paradigma wisuda bagi saya adalah wilujeng susah damel (terjemah : selamat susah cari kerja). Makanya jalur wirausahalah yang saya pilih.

Tapi tetap saja pertanyaan dalam hati seperti :
- habis lulus ngapain
- kalo mau kerja, dimana
- kalo mau bisnis, bisnis apa
- gimana kalo bisnis bangkrut atau ga maju2
- gimana kalo saya ga jadi siapa2 alias pecundang
Terus terngiang-ngiang

Ini manusiawi, dan sempat membuat saya kehilangan semangat. Saat itu, saya sudah menjalankan dua bisnis. Yang pertama bimbingan belajar yang dikelola oleh sahabat saya, dan yang kedua adalah fotokopi yang saya kelola sendiri. Namun, dua2nya belum menghasilkan pendapatan setara lulusan S-1.

Periode ini cukup kontradiktif, secara kuantitas ibadah saya meningkat, namun secara amalan hati saya menjadi orang yang mudah tertekan/stress.

Alhamdulillah, di periode ini saya dikaruniai hikmah. Disini saya menjadi sadar kembali, bahwa sebuah ibadah seharusnya berdampak pada kehidupan riil.
Misalnya :
- Aneh bila sholat rajin, tapi terbata-bata bila berkomunikasi dengan Allah
- Aneh bila shaum rajin, tapi lemah, malas, dan pelit
- Aneh bila tilawah rajin, tapi tidak terlihat tenang dan berseri-seri
- Aneh bila sedekah rajin, tapi tidak yakin akan janji dan pertolongan Allah

Ada contoh yang alhamdulillah Allah perlihatkan secara nyata pada saya. Yaitu seorang teman yang meminta saya menyalurkan SELURUH gajinya untuk disedekahkan karena ingin meniru tawakkalnya sahabat Abubakar Radiyallahu'anhu.

Hingga sekarang teman saya ini masih ngekos di kamar yang sempit. Gajinya dibawah UMR. Namun dari semua kenalan saya, hanya dia yang setiap hari selalu gembira. Setiap hari selalu ada saja momen untuk tertawa lepas.

Walau secara dzahir miskin, dia belum pernah sampai tidak makan selama hidupnya, dan anehnya postur tubuh dia lebih gendut dari saya yang notabene bisnisnya di bidang kuliner.

Dulu saat masih dagang di kaki lima, dia pernah menjadi jalan taubat temannya yang seorang pecandu. Hingga sang pecandu tersebut meninggal dalam keadaan menyebut nama Allah.

Dulu juga dia pernah menyantuni seorang teman yang sepi dagangannya (ibu-ibu pedagang kerudung) sebesar 50 ribu perhari agar sang ibu bisa membeli susu buat anaknya yang masih kecil.

Padahal teman saya ini pun bukan orang kaya, hanya dagang kaki lima.

Dia cuma yakin, bahwa janji dan pertolongan Allah itu lebih bisa diandalkan daripada kecerdasan diri sendiri.

Nah sebagai informasi, beliau bukan aktivis. Tidak berpenampilan ala aktivis. Hanya mengamalkan apa yang dia tau dari ceramah umum yang pernah diikutinya.

Di periode ini pula saya mendapatkan hikmah, bahwa Allah yang paling hafal siapa kita, lahir dan batin.

Surga bukan hanya milik aktivis. Ibu rumah tangga yang tidak pernah luput membagi makanan pada tetangganya, pedagang indomie yang walau ekonominya pas2an tetap berusaha ngirit agar anak asuhnya bisa sekolah, mahasiswi berkerudung gaul yang rutin shaum senin kamis, tukang roti bakar yang tidak luput dari tahajjud, juga memiliki peluang yang sama untuk masuk surga.

Karena itulah, pasca lulus saya berusaha hidup lebih manusiawi. Berusaha menyesuaikan apa yang nampak dan tersembunyi secara proporsional. Tidak takut dicibir bila terlihat konyol, tidak takut dianggap remeh bila terlihat bodoh, tidak takut ditertawakan bila berbuat salah.

Makanya ada peribahasa 'jangan menilai seseorang dari blognya doang' hehehe... pembenaran terselubung.

Bersambung...

Gambar diambil dari sini

4 komentar:

Anonim mengatakan...

Memang, tak peduli berapa banyak harta yang kita punya. asal kita bisa ikhlas, sabar dan selalu bersyukur kepada Allah. hidup kita pasti akan selalu bahagia lahir batinnya.

*aku juga ingin bisa menjadi orang yg seperti itu*

*Benar-benar terharu*

*menunggu lanjutan kisahnya*

Anonim mengatakan...

sebuah postingan yang gak nyambung dengan judul :D

dak papa. isinya tetep bagus mebuat saya merenung dipojokan (emang lagi dipojok) humm hmm hummm!! udah banyak lupa ama yang disebutkan agah diatas :D

Lafrania mengatakan...

hikmah itu berserakan, tinggal dikumpulkan saja :D
ayo dilanjutkan, saya dalam masa2 genting nih...hampir lulus :D

Alifi mengatakan...

Agah Return (Agah kembali dengan cerita-cerita penuh hikmanya) Wah di tunggu kelanjutannya...