Dulu saya pernah cerita bahwa hidup seseorang tidak akan jauh dari 3 Ta, yaitu
1. harta
2. tahta
3. wanita
Nah alhamdulillah, sobat saya menyadarkan bahwa ada satu lagi yang lupa. Yaitu Taqwa...
Kemaren2 saya udah nyeritain tentang dunia taqwa. Nah sekarang, mari kita berbicara tentang harta. Lebih spesifiknya mengenai bisnis.
Pasca lulus, mungkin karena khawatir melihat bisnis anaknya yang nampak ngga jelas (ya iyalah, udah mah dikerjainnya sambilan, usianya juga belum 5 taun) orangtua menyuruh saya bekerja. Doktrinnya standar, kerja dulu cari pengalaman dan ngumpulin modal, baru mulai membangun bisnis.
Terlihat tidak beresiko bukan? Sayangnya bagi saya justru itu sangat beresiko.
Bayangkan saat saya bekerja, menikah, karir naek, dan anak lahir. Cicilan rumah dan mobil baru setengah jalan. Gaya hidup meningkat, harga2 melejit kena inflasi. Beranikah saya melepaskan semua itu hanya untuk memulai bisnis dari jendol? Engga lah yauw...
Mendingan saya bisnis dari sekarang, mumpung masih bujang. Kalo rugi paling kena ke diri sendiri, ga ngorbanin orang lain. Masih bisa tinggal dan makan gratis di rumah ortu, untuk kemudian menata kembali hidup. Dan saya sih yakin, asal sabar, bisnis mah pasti berkembang seiring berjalannya waktu.
Karena saya yang keras kepala ga mau kerja, maka tanpa diminta, Allah pun melembutkan hati orangtua saya hingga mereka mengatakan 'Ya udah Gah, cari bisnis dimana kamu bisa belajar banyak disana, biar kami yang modalin'
Subhanallah, bukankah ini yang diimpikan para entrepreneur pemula. Dukungan orangtua, baik moril dan (yang lebih asoy) materiil.
Eh dasar anak muda yang sombong ga tau malu, saya malah menolaknya dengan alasan yang keliatan keren. Gue pengen ngebuktiin diri bahwa tanpa orangtua, gue bisa!
Alasan ini didukung fakta yang terlihat keren, yaitu selama 4 tahun saya bisa mendirikan 3 bisnis -1 tutup, yang 2 masih jalan- dengan modal mandiri.
Saya lupa bahwa saya ini muslim. Siapa yang tahu lancarnya bisnis saya bukan karena kehebatan diri saya, tapi karena tiap habis sholat orangtua saya tak pernah luput mendoakan saya. Sukses itu karena emang dimudahkan jalannya oleh Allah. Dan Allah senang pada anak yang mendapat ridha orangtuanya.
Singkat cerita saya pun alhamdulillah kembali ke jalan yang benar (jreng jreng...) Saya terima tawaran beliau tanpa ragu lagi.
Saya putuskan bisnis di bidang kuliner. Karena saya pikir ini bisa mengakomodasi kepentingan orangtua saya, dan saya bisa belajar banyak disini.
Akhirnya, modal pun turun. Saya yang biasanya hanya mengelola bisnis 7 digit, kini diamanahi 8 digit. Sangat besar bagi saya. Ibarat seorang anak SD yang naik ke SMP terus diospek secara anarkis, adaptasinya melelahkan lahir dan batin. Lebih2 di bisnis yang ini saya memang sendiri, engga kayak dulu yang bisnisnya bareng temen2 deket.
Pernah saking tertekannya, saya sampe pernah nge-SMS sobat saya 2 kata 'help me..!'
Dasar sahabat, tau aja yang saya perlu, dia cuma ngejawab 'kamu harus kuat Gah..!' Dan saya pun kuat kembali (uhuy !)
Untuk meminimalisir resiko, maka saya pun menggandeng salah satu resto steak nasional yang terkenal dengan slogannya 'harga kaki lima rasa bintang lima'. Prosesnya alhamdulillah mudah, pemiliknya pun insya Allah soleh dan solehah. Mereka terkesan saat saya menunda negosiasi karena mau sholat isya dulu.
Selain bermitra dengan resto steak, saya pun bermitra dengan sebuah resto seafood dimana pemiliknya adalah mantan koki salah satu resto seafood nomer 1 di Bandung. Untuk yang seafood ini, papah saya lebih berperan, karena beliaulah yang pengen agar di lokasi nanti menunya variatif ga cuma steak tapi seafood juga.
Maka akhirnya kami bertiga (saya, steak, dan seafood) pun beriring bergandeng tangan, walau ga sampe berpelukan, kontrak pun ditandatangani.
Masa berlaku kontrak tersebut adalah 3 tahun, namun masa percobaannya 3 bulan. Ini semacam tes pasar, apakah bisnisnya layak dilanjutkan atau tidak.
Gambaran umum kerjasamanya adalah, saya ngurus 'bagian depan' sementara mereka ngurus 'bagian belakang' alias dapur. Mereka ga perlu bayar tempat selama 3 bulan pertama, namun dari setiap makanan yang terjual saya potong XX persen.
Dan 3 bulan pun berlalu, resto steak mengundurkan diri. Sebulan kemudian resto seafood mengundurkan diri.
Laa yukallifullahu nafsan illa wus aha, Allah ga bakal membebani seseorang diluar kesanggupannya.
Bisnis harus tetep jalan sementara mitra pada mundur. Terlihat berat namun kalo saya pikir2 ternyata janji Allah tersebut emang bener.
Saat Allah membebani kita dengan suatu masalah biasanya
1. Allah karuniakan ilmu sebagai solusinya pada kita
2. Allah datangkan orang-orang yang bisa nolong kita
Akhirnya sebodo2nya saya, alhamdulillah teratasi tuh masalah. Dua hal diatas dateng beneran tanpa disangka-sangka, tanpa direncanakan.
Alhamdulillah, ilmu dan pengalaman meningkat drastis karena bakat terpendam saya tiba-tiba muncul. Yaitu bakat ku butuh, hehehe...
Selain itu Allah pun tiba-tiba ngirim jago masak yang siap digaji seadanya, pakar street smart marketing yang siap ga libur, jagoan keuangan yang jujur dan semangat walau lembur, dan anggota tim hebat lainnya.
Sama sekali ga terbayangkan. Kok mereka mau gabung dalam tim yang masa depan bisnisnya belum pasti kayak gini?
Sekarang sudah bulan kelima, alias sebulan setengah saya mengelola 'bagian depan' dan 'bagian belakang' sekaligus. Alhamdulillah, sewa tempat dan gaji karyawan masih lancar diberikan.
Jadi inget saat Aa Gym mengibaratkan hidup kayak maen catur.
Tujuannya sih ke daerah musuh, tapi jalannya ga pernah lurus. Bisa miring, bisa belok, bisa mundur dulu, bahkan bisa aneh kayak kuda yang jalannya mirip huruf L.
Tapi akhirnya, mau bolak-belok kemanapun, bisa juga skak mat!
Begitupun hidup, saat tujuan/keinginan kita tercapai, biasanya kita teringat akan keindahan prosesnya yang dulu berkelak-kelok.
Yah memang, rencana Allah selalu manis, tinggal optimis aja kita mah :)
Eh ngomong2, ada yang punya pengalaman serupa?
Bersambung...
Gambar diambil dari sini
1. harta
2. tahta
3. wanita
Nah alhamdulillah, sobat saya menyadarkan bahwa ada satu lagi yang lupa. Yaitu Taqwa...
Kemaren2 saya udah nyeritain tentang dunia taqwa. Nah sekarang, mari kita berbicara tentang harta. Lebih spesifiknya mengenai bisnis.
Pasca lulus, mungkin karena khawatir melihat bisnis anaknya yang nampak ngga jelas (ya iyalah, udah mah dikerjainnya sambilan, usianya juga belum 5 taun) orangtua menyuruh saya bekerja. Doktrinnya standar, kerja dulu cari pengalaman dan ngumpulin modal, baru mulai membangun bisnis.
Terlihat tidak beresiko bukan? Sayangnya bagi saya justru itu sangat beresiko.
Bayangkan saat saya bekerja, menikah, karir naek, dan anak lahir. Cicilan rumah dan mobil baru setengah jalan. Gaya hidup meningkat, harga2 melejit kena inflasi. Beranikah saya melepaskan semua itu hanya untuk memulai bisnis dari jendol? Engga lah yauw...
Mendingan saya bisnis dari sekarang, mumpung masih bujang. Kalo rugi paling kena ke diri sendiri, ga ngorbanin orang lain. Masih bisa tinggal dan makan gratis di rumah ortu, untuk kemudian menata kembali hidup. Dan saya sih yakin, asal sabar, bisnis mah pasti berkembang seiring berjalannya waktu.
Karena saya yang keras kepala ga mau kerja, maka tanpa diminta, Allah pun melembutkan hati orangtua saya hingga mereka mengatakan 'Ya udah Gah, cari bisnis dimana kamu bisa belajar banyak disana, biar kami yang modalin'
Subhanallah, bukankah ini yang diimpikan para entrepreneur pemula. Dukungan orangtua, baik moril dan (yang lebih asoy) materiil.
Eh dasar anak muda yang sombong ga tau malu, saya malah menolaknya dengan alasan yang keliatan keren. Gue pengen ngebuktiin diri bahwa tanpa orangtua, gue bisa!
Alasan ini didukung fakta yang terlihat keren, yaitu selama 4 tahun saya bisa mendirikan 3 bisnis -1 tutup, yang 2 masih jalan- dengan modal mandiri.
Saya lupa bahwa saya ini muslim. Siapa yang tahu lancarnya bisnis saya bukan karena kehebatan diri saya, tapi karena tiap habis sholat orangtua saya tak pernah luput mendoakan saya. Sukses itu karena emang dimudahkan jalannya oleh Allah. Dan Allah senang pada anak yang mendapat ridha orangtuanya.
Singkat cerita saya pun alhamdulillah kembali ke jalan yang benar (jreng jreng...) Saya terima tawaran beliau tanpa ragu lagi.
Saya putuskan bisnis di bidang kuliner. Karena saya pikir ini bisa mengakomodasi kepentingan orangtua saya, dan saya bisa belajar banyak disini.
Akhirnya, modal pun turun. Saya yang biasanya hanya mengelola bisnis 7 digit, kini diamanahi 8 digit. Sangat besar bagi saya. Ibarat seorang anak SD yang naik ke SMP terus diospek secara anarkis, adaptasinya melelahkan lahir dan batin. Lebih2 di bisnis yang ini saya memang sendiri, engga kayak dulu yang bisnisnya bareng temen2 deket.
Pernah saking tertekannya, saya sampe pernah nge-SMS sobat saya 2 kata 'help me..!'
Dasar sahabat, tau aja yang saya perlu, dia cuma ngejawab 'kamu harus kuat Gah..!' Dan saya pun kuat kembali (uhuy !)
Untuk meminimalisir resiko, maka saya pun menggandeng salah satu resto steak nasional yang terkenal dengan slogannya 'harga kaki lima rasa bintang lima'. Prosesnya alhamdulillah mudah, pemiliknya pun insya Allah soleh dan solehah. Mereka terkesan saat saya menunda negosiasi karena mau sholat isya dulu.
Selain bermitra dengan resto steak, saya pun bermitra dengan sebuah resto seafood dimana pemiliknya adalah mantan koki salah satu resto seafood nomer 1 di Bandung. Untuk yang seafood ini, papah saya lebih berperan, karena beliaulah yang pengen agar di lokasi nanti menunya variatif ga cuma steak tapi seafood juga.
Maka akhirnya kami bertiga (saya, steak, dan seafood) pun beriring bergandeng tangan, walau ga sampe berpelukan, kontrak pun ditandatangani.
Masa berlaku kontrak tersebut adalah 3 tahun, namun masa percobaannya 3 bulan. Ini semacam tes pasar, apakah bisnisnya layak dilanjutkan atau tidak.
Gambaran umum kerjasamanya adalah, saya ngurus 'bagian depan' sementara mereka ngurus 'bagian belakang' alias dapur. Mereka ga perlu bayar tempat selama 3 bulan pertama, namun dari setiap makanan yang terjual saya potong XX persen.
Dan 3 bulan pun berlalu, resto steak mengundurkan diri. Sebulan kemudian resto seafood mengundurkan diri.
Laa yukallifullahu nafsan illa wus aha, Allah ga bakal membebani seseorang diluar kesanggupannya.
Bisnis harus tetep jalan sementara mitra pada mundur. Terlihat berat namun kalo saya pikir2 ternyata janji Allah tersebut emang bener.
Saat Allah membebani kita dengan suatu masalah biasanya
1. Allah karuniakan ilmu sebagai solusinya pada kita
2. Allah datangkan orang-orang yang bisa nolong kita
Akhirnya sebodo2nya saya, alhamdulillah teratasi tuh masalah. Dua hal diatas dateng beneran tanpa disangka-sangka, tanpa direncanakan.
Alhamdulillah, ilmu dan pengalaman meningkat drastis karena bakat terpendam saya tiba-tiba muncul. Yaitu bakat ku butuh, hehehe...
Selain itu Allah pun tiba-tiba ngirim jago masak yang siap digaji seadanya, pakar street smart marketing yang siap ga libur, jagoan keuangan yang jujur dan semangat walau lembur, dan anggota tim hebat lainnya.
Sama sekali ga terbayangkan. Kok mereka mau gabung dalam tim yang masa depan bisnisnya belum pasti kayak gini?
Sekarang sudah bulan kelima, alias sebulan setengah saya mengelola 'bagian depan' dan 'bagian belakang' sekaligus. Alhamdulillah, sewa tempat dan gaji karyawan masih lancar diberikan.
Jadi inget saat Aa Gym mengibaratkan hidup kayak maen catur.
Tujuannya sih ke daerah musuh, tapi jalannya ga pernah lurus. Bisa miring, bisa belok, bisa mundur dulu, bahkan bisa aneh kayak kuda yang jalannya mirip huruf L.
Tapi akhirnya, mau bolak-belok kemanapun, bisa juga skak mat!
Begitupun hidup, saat tujuan/keinginan kita tercapai, biasanya kita teringat akan keindahan prosesnya yang dulu berkelak-kelok.
Yah memang, rencana Allah selalu manis, tinggal optimis aja kita mah :)
Eh ngomong2, ada yang punya pengalaman serupa?
Bersambung...
Gambar diambil dari sini
6 komentar:
Benar Gah, kalau dalam berbisnis yang penting sabar dan bersyukur (dalam hal yang lain juga tentunya). Sabar dalam menjalankannya dan berproses. Dan syukur atas rejeki yang di dapat.
Yang penting percaya dibalik kegagalan, Allah pasti sudah menyiapkan yang terbaik buat kita.
yup, stuju!!
"...rencana Allah selalu manis, tinggal optimis aja..."
saya pun pernah ngalamin, tp nda usah diceritain scr detail ya! klo gagal, ingat firman Allah sj:
" Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al Baqarah: 216)
btw,..
lama nda posting langsung berseri bo'!!
wah kang...subhanallah sekali
memang Allah maha kaya, buat hambaNya yg kekurangan Allah mah selalu ada....
Keren Gah postingannya..
:)
Tengkyu, pagi ini jadi makin cerah aja ..
Maju terus pantang mundur kang! Allah selalu memberikan jalan dibalik ujian yang diberikan. Sukses!
Wah sangat dramatis sekali akh'
bisa dijadikan contoh tuh yang baik.. baik... (hehehe)
Posting Komentar