Kamis, 30 Oktober 2008

HALAL BI HALAL NASIONAL KOMUNITAS BISNIS TANGANDIATAS 2008

Siapa saja yang bakal tampil di Halal bi halal TDA 8 Nov 2008 @ Daarut Tauhid Bandung?

Komplet ...

Sebagai pembicara tamu, ada Bp. Masruhul Amri (http://amri.web.id), yang sudah tidak diragukan lagi akan membantu kita membuka kunci2 sukses dalam diri kita. Acara ini akan dimoderatori oleh sosok usahawan muda di TDA Bandung. Siapa lagi kalau bukan Kang Agah, pemilik Republik Kuliner http://republikkuliner.com) tempat nongkrong enak dan makan enak di Bandung.

Dan tidak kalah penting nya adalah penampilan "jagoan2 TDA", dalam talkshow nanti yang akan dipandu Bapak Iyan, tokoh kewirausahaan Bandung yg jenius sekaligus jenaka. Diantaranya:

1. Pak Hadi Kuntoro (http://rajaselimut.com). Siapa yg tdk kenal beliau, sosok yang sudah berhasil mentransformasikan diri dari seorang TDB sukses di perusahaan besar, menjadi full TDA yang lebih sukses lagi. Apa rahasia Pak Hadi? Anda ingin seperti Pak Hadi? Silakan simak di talkshow nanti.

2. Pak Eddy Aji (http://warungbarokah.com). Raja voucher pulsa elektronik dari Cimahi. Tidak hanya menjadi pelopor di industri server-pulsa, Pak Eddy sukses merambah berbagai bidang lain seperti software, digital printing, dsb. Hebatnya lagi beberapa usahanya berhasil difranchise kan dengan dukungan kemitraan dari Bank nasional. Ingin tahu bagaimana Anda bisa memulai bisnis tanpa modal? Wajib menyimak penuturan Pak Eddy.

3. Mas Andi Sufariyanto (http://adilagroup.com). Anak muda yang sukses membesarkan group usaha Adila Group. Payung usaha yang menaungi bisnis Properti, Fashion,Virtual Office dsb. Tidak heran kalau pengusaha muda sukses ini masuk dalam jajaran finalis Wirausaha Muda Mandiri.Bagaimana kiat2 nya melejitkan Adila Group dalam usia yang demikian belia? Temukan jawabannya dalam talkshow nanti.

Hanya itu? Tidaaak ....

Masih banyak lagi ... Siapa saja mereka? Tunggu, akan kita informasikan. Makanya monitor terus update "Jelang Halal Bi Halal TDA".

ACARA FORMAL:
Sabtu, Tanggal 08-11-2008


08.30 - 09.00: Pendaftaran & silaturahmi

09.00 - 09.45: Sambutan: TDA Bandung, TDA Pusat, Pembina TDA

09.45 - 10.00: Nasyid, Ice-breaker

10.00 - 12.00: Materi "Unlocking Potential Power in Business" oleh Bp. Masrukhul Amri

12.00 - 13.30: Istirahat - Shalat - Makan Siang - Silaturahmi

13.30 - 15.00: Talkshow interaktif

15.00 - : Penutupan & Silaturahmi

ACARA INFORMAL: (Bagi rekan2 dari luar Bandung yang menginap, dan rekan2 TDA Bandung yang dapat hadir)

19.30 - selesai: "Nge-bandrek & ngobrol santai TDA": Acara bebas, ngobrol2 santai seputar TDA sambil menikmati makanan2 khas Bandung, mie kocok, baso tahu, minum bandrek, bajigur, dsb.

Minggu, Tanggal 09-11-2008

10.00 - selesai: Kunjungan bersama ke pameran UKM di Abdurrachman Trade Center (ATECE).

Salam,

Fauzi Rachmanto

---

Dear All

Untuk rekan2 di luar Jakarta bisa langsung registrasi ke saya (arif budiyono) dengan mentranfer uang sebesar 50.000,- dan tolong beri angka unik untuk memudahkan saya. misalnya 50.017

Setelah tranfer harap segera konfirmasi via email ke ab_djamsa@yahoo.com cc ke arif@cinox.co.id dengan menyebutkan nama, besarnya tranfer, waktu tranfer, dengan bank apa, ke bank apa, serta PID (record, nomer unik) atau apalah namanya sesuai bank masing2. syukur kalo bisa di attc bukti tranfernya.

tranfer bisa memilih salah satu bank dibawah semua atas nama : Arif Budiyono

BCA Cabang Buah Batu Bandung
No-rek : 77-5053-1851
atau

Bank Mandiri Cabang Martadina Bandung
No-rek : 131-000-4298-628
atau

Bank Syariah Mandiri Cabang Buah Batu Bandung
No-rek : 125-700-8701
atau

BNI Cabang Bandung
No-rek : 0153-629-636

terima kasih.
salam

- Arif Budiyono,
081 321 535 325
http://cinox.co.id

Yang dari Jakarta silakan kontak CP TDA Jakarta
Dwi Wahyono, telpon : 021-70449090
Siska Tri Hapsari, telpon: 081318114437



Benarkah Istri Tidak Wajib Masak dan Mengurus Rumah?

Fiuuh...
Udah lama ngga ngeblog, masih mengumpulkan energi
Sekarang mah pemanasan dulu aja ah

Kopas artikel untuk menyongsong masa depan yang gilang gemilang kelak ^_^
Enak dibaca (oleh ibu2) dan perlu (untuk bapak2)
Dari www.warnaislam.com silakan menikmati

---

Pertanyaan

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Ustadz yg dirahmati Allah,

Saya adalah seorang ibu yg pernah mengikuti tausiyah Ustadz ketika mengisi safari Ramadhan di Qatar. Mudah2an Ustadz masih ingat materi "memuliakan istri", ketika itu ustadz menjelaskan kewajiban suami dalam hal nafkah, istri tdk berkewajiban memasak, mencuci, menyetrika dll, (pekerjaan Rmh Tangga), dan dibolehkan meminta hak atas materi kpd suami utk keperluan pribadinya. Apa yg ustadz sampaikan menuai pro kontra diantara kami, apalagi saat itu ustadz tidak secara gamblang menyertakan hadits/ayat Qur'an yg mendasarinya. Pertanyaan saya :

1. Tolong jelaskan hadits/ayat ttg hal tsb diatas, yang rinci ya ustadz.

2. Apakah hal tsb diatas merupakan khilafiyah, diantara para ulama, kalo ya, tolong juga disertakan pendapat2 ulama lainnya.

3. Dalam terjemahan khutbah terakhir Nabi Muhammad SAW, pada saat wukuf diarafah, disebutkan" ...dan berikanlah istrimu makanan dan pakain yang layak," secara bhs Arab samakah arti makanan dan bahan makanan, saya mempunyai persepsi hal itu berbeda, krn makanan adalah siap makan, sedangkan bahan makanan adalah siap olah, tetapi saya ragu, karena ini terjemahan, khawatirnya saya salah persepsi.

Terima kasih atas jawabannya, semoga masalah ini menjadi lebih jelas dan kami senantiasa diberi hidayah utk senantiasa ridho dg ketetapan Allah. Amin

Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Widia

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Apa kabar ibu-ibu sekalian, semoga sehat-sehat ya. Saya mengucapkan terima kasih yang sebesarnya-besarnya atas semua yang telah disiapkan oleh ibu-ibu di Doha Qatar dan di kota-kota lainnya, dalam kesempatan ber-Ramadhan selama saya disana. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan ibu-ibu. Dan saya mohon maaf kalau ada hal-hal yang sekiranya kurang berkenan di hati dan juga merepotkan.

Tentang materi 'memuliakan istri' itu, memang saya mendengar bahwa sempat para bapak komplain, ya. Karena ternyata 'kenikmatan' para bapak selama ini jadi seperti agak dipertanyakan dasarnya.

Sebenarnya bahwa seorang wanita tidak wajib memberi nafkah, baik makanan, minuman, pakaian dan juga tempat tinggal, bukan hal yang aneh lagi. Semua ulama sudah tahu sejak kenal Islam pertama kali. Dan pemandangan itu juga pasti ibu-ibu lihat di Qatar kan. Coba, ibu bisa lihat di pasar dan supermarket di Doha, yang belanja itu bapak-bapak kan? Bukan ibu-ibu, ya?

Nah itu saja sudah jelas kok, bahwa kewajiban memberi makan adalah bagian dari kewajiban memberi nafkah. Dan yang keluar belanja mengadakan kebutuhan rumah sehari-hari yang para suami, bukan para istri. Ibu-ibu kan lihat sendiri di Doha.

Saya sendiri selama di Doha diajak masuk ke tiga mal besar, salah satunya saya masih ingat, Belagio. Nah, saat saya di dalam ketiga mal itu, umumnya saya ketemu dengan laki-laki. Perempuan sih ada, tapi biasanya sama suaminya. Jadi yang belanja kebutuhan sehari-hari bukan ibu, tapi bapak.

Bahkan pertemuan wali murid di sekolah di Doha pun, bukan ibu-ibu yang hadir, tapi bapak-bapaknya. Ini juga menarik, sebab kebiasaan kita di Indonesia, kalau ada pertemuan orang tua / wali murid, yang datang pasti ibu-ibu. Bapak-bapaknya tidak harus dengan alasan pada kerja. Tapi di Doha, yang datang bapak-bapak dan meetingnya dilakukan malam hari, selepas bapak-bapak pulang kerja.

Mana Ayat Quran atau Haditsnya?

Ya, terus terang tidak ada ayat yang menjelaskan sedetail itu, begitu juga dengan hadits nabawi. Maksudnya, kita akan menemukan ayat yang bunyinya bahwa yang wajib masak adalah para suami, yang wajib mencuci pakaian, menjemur, menyetrika, melipat baju adalah para suami.

Kita tidak akan menemukan hadits yang bunyinya bahwa kewajiban masak itu ada di tangan suami. Kita tidak akan menemukan aturan seperti itu secara eksplisit.

Yang kita temukan adalah contoh real dari kehidupan Nabi SAW dan juga para shahabat. Sayangnya, memang tidak ada dalil yang bersifat eksplisit. Semua dalil bisa ditarik kesimpulannya dengan cara yang berbeda.

Misalnya tentang Fatimah puteri Rasulullah SAW yang bekerja tanpa pembantu. Sering kali kisah ini dijadikan hujjah kalangan yang mewajibkan wanita bekerja berkhidmat kepada suaminya. Namun ada banyak kajian menarik tentang kisah ini dan tidak semata-mata begitu saja bisa dijadikan dasar kewajiban wanita bekerja untuk suaminya.

Sebaliknya, Asma' binti Abu Bakar justru diberi pembantu rumah tangga. Dalam hal ini, suami Asma' memang tidak mampu menyediakan pembantu, dan oleh kebaikan sang mertua, Abu Bakar, kewajiban suami itu ditangani oleh sang pembantu. Asma' memang wanita darah biru dari kalangan Bani Quraisy.

Dan ada juga kisah lain, yaitu kisah Saad bin Amir radhiyallahu 'anhu, pria yang diangkat oleh Khalifah Umar menjadi gubernur di kota Himsh. Sang gubernur ketika di komplain penduduk Himsh gara-gara sering telat ngantor, beralasan bahwa dirinya tidak punya pembantu. Tidak ada orang yang bisa disuruh untuk memasak buat istrinya, atau mencuci baju istrinya.

Loh, kok kebalik? Kok bukan istrinya yang masak dan mencuci?. Nah itulah, ternyata yang berkewajiban memasak dan mencuci baju memang bukan istri, tapi suami. Karena semua itu bagian dari nafkah yang wajib diberikan suami kepada istri. Sebagaimana firman Allah SWT :

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (QS. An-Nisa' : 34)

Pendapat 5 Mazhab Fiqih

Namun apa yang saya sampaikan itu tidak lain merupakan kesimpulan dari para ulama besar, levelnya sampai mujtahid mutlak. Dan kalau kita telusuri dalam kitab-kitab fiqih mereka, sangat menarik.

Ternyata 4 mazhab besar plus satu mazhab lagi yaitu mazhab Dzahihiri semua sepakat mengatakan bahwa para istri pada hakikatnya tidak punya kewajiban untuk berkhidmat kepada suaminya.

1. Mazhab al-Hanafi

Al-Imam Al-Kasani dalam kitab Al-Badai' menyebutkan : Seandainya suami pulang bawa bahan pangan yang masih harus dimasak dan diolah, lalu istrinya enggan unutk memasak dan mengolahnya, maka istri itu tidak boleh dipaksa. Suaminya diperintahkan untuk pulang membaca makanan yang siap santap.

Di dalam kitab Al-Fatawa Al-Hindiyah fi Fiqhil Hanafiyah disebutkan : Seandainya seorang istri berkata,"Saya tidak mau masak dan membuat roti", maka istri itu tidak boleh dipaksa untuk melakukannya. Dan suami harus memberinya makanan siap santan, atau menyediakan pembantu untuk memasak makanan.

2. Mazhab Maliki

Di dalam kitab Asy-syarhul Kabir oleh Ad-Dardir, ada disebutkan : wajib atas suami berkhidmat (melayani) istrinya. Meski suami memiliki keluasan rejeki sementara istrinya punya kemampuan untuk berkhidmat, namun tetap kewajiban istri bukan berkhidmat. Suami adalah pihak yang wajib berkhidmat. Maka wajib atas suami untuk menyediakan pembantu buat istrinya.

3. Mazhab As-Syafi'i


Di dalam kitab Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab karya Abu Ishaq Asy-Syirazi rahimahullah, ada disebutkan : Tidak wajib atas istri berkhidmat untuk membuat roti, memasak, mencuci dan bentuk khidmat lainnya, karena yang ditetapkan (dalam pernikahan) adalah kewajiban untuk memberi pelayanan seksual (istimta'), sedangkan pelayanan lainnya tidak termasuk kewajiban.

4. Mazhab Hanabilah

Seorang istri tidak diwajibkan untuk berkhidmat kepada suaminya, baik berupa mengadoni bahan makanan, membuat roti, memasak, dan yang sejenisnya, termasuk menyapu rumah, menimba air di sumur. Ini merupakan nash Imam Ahmad rahimahullah. Karena aqadnya hanya kewajiban pelayanan seksual. Maka pelayanan dalam bentuk lain tidak wajib dilakukan oleh istri, seperti memberi minum kuda atau memanen tanamannya.

5. Mazhab Az-Zhahiri

Dalam mazhab yang dipelopori oleh Daud Adz-Dzahiri ini, kita juga menemukan pendapat para ulamanya yang tegas menyatakan bahwa tidak ada kewajiban bagi istri untuk mengadoni, membuat roti, memasak dan khidmat lain yang sejenisnya, walau pun suaminya anak khalifah.

Suaminya itu tetap wajib menyediakan orang yang bisa menyiapkan bagi istrinya makanan dan minuman yang siap santap, baik untuk makan pagi maupun makan malam. Serta wajib menyediakan pelayan (pembantu) yang bekerja menyapu dan menyiapkan tempat tidur.

Pendapat Yang Berbeda

Namun kalau kita baca kitab Fiqih Kontemporer Dr. Yusuf Al-Qaradawi, beliau agak kurang setuju dengan pendapat jumhur ulama ini. Beliau cenderung tetap mengatakan bahwa wanita wajib berkihdmat di luar urusan seks kepada suaminya.

Dalam pandangan beliau, wanita wajib memasak, menyapu, mengepel dan membersihkan rumah. Karena semua itu adalah imbal balik dari nafkah yang diberikan suami kepada mereka.

Kita bisa mafhum dengan pendapat Syeikh yang tinggal di Doha Qatar ini, namun satu hal yang juga jangan dilupakan, beliau tetap mewajibkan suami memberi nafkah kepada istrinya, di luar urusan kepentingan rumah tangga.

Jadi para istri harus digaji dengan nilai yang pasti oleh suaminya. Karena Allah SWT berfirman bahwa suami itu memberi nafkah kepada istrinya. Dan memberi nafkah itu artinya bukan sekedar membiayai keperluan rumah tangga, tapi lebih dari itu, para suami harus 'menggaji' para istri. Dan uang gaji itu harus di luar semua biaya kebutuhan rumah tangga.

Yang sering kali terjadi memang aneh, suami menyerahkan gajinya kepada istri, lalu semua kewajiban suami harus dibayarkan istri dari gaji itu. Kalau masih ada sisanya, tetap saja itu bukan lantas jadi hak istri. Dan lebih celaka, kalau kurang, istri yang harus berpikir tujuh keliling untuk mengatasinya.

Jadi pendapat Syeikh Al-Qaradawi itu bisa saja kita terima, asalkan istri juga harus dapat 'jatah gaji' yang pasti dari suami, di luar urusan kebutuhan rumah tangga.

Perempuan Dalam Islam Tidak Butuh Gerakan Pembebasan

Kalau kita dalami kajian ini dengan benar, ternyata Islam sangat memberikan ruang kepada wanita untuk bisa menikmati hidupnya. Sehingga tidak ada alasan buat para wanita muslimah untuk latah ikut-ikutan dengan gerakan wanita di barat, yang masih primitif karena hak-hak wanita disana masih saja dikekang.

Islam sudah sejak 14 abad yang lalu memposisikan istri sebagai makhuk yang harus dihargai, diberi, dimanjakan bahkan digaji. Seorang istri di rumah bukan pembantu yang bisa disuruh-suruh seenaknya. Mereka juga bukan jongos yang kerjanya apa saja mulai dari masak, bersih-bersih, mencuci, menyetrika, mengepel, mengantar anak ke sekolah, bekerja dari mata melek di pagi hari, terus tidak berhenti bekerja sampai larut malam, itu pun masih harus melayani suami di ranjang, saat badannya sudah kelelahan.

Kalau pun saat ini ibu-ibu melakukannya, niatkan ibadah dan jangan lupa, lakukan dengan ikhlas. Walau sebenarnya itu bukan kewajiban. Semoga Allah SWT memberikan pahala yang teramat besar buat para ibu sekalian. Dan semoga suami-suami ibu bisa lebih banyak lagi mengaji dan belajar agama Islam.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc