Salah satu poin pencerahan yang saya dapat dalam kajiannya ustadz yang satu ini hari sabtu kemarin ini adalah tentang sinergis
---
Rasulullah SAW berpesan
"Mukmin yang satu dengan yang lainnya bagaikan sebuah bangunan yang saling memperkuat antara sebagian dengan sebagian yang lainnya. (Rasulullah SAW sambil memasukkan jari-jari tangan ke sela jari jari lainnya) (HR. Muttafaqun 'alaih)
Dari hadits diatas ada beberapa hikmah yang saya dapatkan. Dan tentu hikmah ini sangat terkait dengan pengalaman hidup saya pribadi. Syukur-syukur kalo bermanfaat.
Hikmah pertama, bukti bahwa kita beriman adalah kita senang bersinergi
Mau curhat, akhir2 ini saya merasa makin individualistis dalam berbisnis. Sobat2 yang dulu dekat, seolah saya jauhi tanpa disadari. Memang masih keep in touch, tapi tidak sedekat dulu.
Tiap bisnis, kok saya lebih sering kerja sendiri. Mungkin ini yang bikin saya gelisah ya, terlalu mengandalkan diri sendiri
Padahal dengan bersinergi, harusnya kita yakin bahwa terjadi gabungan "jatah rezeki". Kalo jatah rezeki saya lagi seret, mungkin jatah rezeki sobat saya lagi lancar. Begitupun sebaliknya, kalo jatah rezeki sobat saya lagi seret, giliran saya rezekinya lagi lancar.
Indah ya kalo kita pake logika iman kayak gini?
Hikmah kedua, bila bertemu saudara seiman kita lebih sibuk mencari kesamaan-kesamaan yang ada
Yang namanya komunikasi itu bukanlah teknik yang plintat-plintut. Komunikasi itu akan nyambung bila dilakukan dari hati ke hati. Terserah apakah gaya komunikasinya kalem, atau bahkan meledak-ledak. Kalo hatinya nyambung, ya bakalan nyambung.
Sekarang, apa yang terjadi bila seseorang yang kita ajak ngobrol memiliki banyak kesamaan dengan kita. Sama-sama seneng baca, sama-sama blogger, sama-sama tertarik menjadi wirausaha, sama-sama seneng bertualang, sama-sama ingin memperbaiki diri agar tercipta keluarga sakinah (lho kok!).
Tentu kalo ada kesamaan, kita bakalan lebih mudah connect kan?
Inilah yang saya coba latih akhir2 ini. Ngobrol dengan orang yang berbeda zona. Ngobrol dengan orang yang tingkat ekonominya beda, yang pemahaman agamanya beda, yang organisasinya beda, yang hobinya beda, yang umurnya beda, yang asal daerahnya beda.
Karena walau ada perbedaan, pasti ada persamaan. Kenapa tidak fokus pada persamaannya aja, kan sama-sama beriman? Kalau kita selalu fokus pada perbedaan, berarti keimanan kita masih harus dipertanyakan dong.
Jadi, agak aneh kalo ngaku beriman tapi hobinya debat tentang perbedaan. Dan parahnya, hasil debat tersebut cuman menghasilkan perasaan menang-kalah yang melenakan. Bukannya menghasilkan amal nyata.
Hikmah ketiga, bila bertemu saudara seiman kita lebih sibuk melihat kelebihan-kelebihannya dibanding kekurangannya
Dengan berfokus pada kelebihan seseorang, maka kita akan toleran dengan kekurangannya. Toh kita juga punya kekurangan. Betul?
Dengan berfokus pada kelebihan, maka kita jadi pengen bersinergi. Dengan berfokus pada kekurangan, maka kita pengennya single fighter karena merasa diri lebih hebat.
Kalo dia lebih tua, pahalanya lebih banyak dari kita. Kalo dia lebih muda, dosanya lebih sedikit dari kita. Kalo dia lebih pengalaman, keputusannya lebih matang. Kalo dia belum pengalaman, penilaiannya lebih objektif dari kita.
Jadi harusnya aneh kalo golongan tua dan muda, senior dan junior senengnya saling menyalahkan, menghakimi, dan berantem melulu.
Begitulah, intinya kalo kita beriman, kita senang bersinergi. Ga hobi meremehkan, apalagi sampe merasa diri istimewa. Naudzubillah...
Nah hikmah terakhir, salah satu diantara jebakan syetan adalah, saat kita sudah bersinergi dan ternyata gagal maka kita menyimpulkan bahwa single fighter itu lebih baik.
Akibatnya? Walau kelak terlihat sukses, kita akan terasing dalam keramaian. Karena, Allah tidak memberkahi seseorang yang lepas dari "jama'ah"
---
Sebagai tambahan referensi, kita bisa belajar dari angsa di slide ini
Ngomong2, teori mah gampang ya :P
Giliran praktek di lapangan, keimanan kita harus dibuktikan
---
Rasulullah SAW berpesan
"Mukmin yang satu dengan yang lainnya bagaikan sebuah bangunan yang saling memperkuat antara sebagian dengan sebagian yang lainnya. (Rasulullah SAW sambil memasukkan jari-jari tangan ke sela jari jari lainnya) (HR. Muttafaqun 'alaih)
Dari hadits diatas ada beberapa hikmah yang saya dapatkan. Dan tentu hikmah ini sangat terkait dengan pengalaman hidup saya pribadi. Syukur-syukur kalo bermanfaat.
Hikmah pertama, bukti bahwa kita beriman adalah kita senang bersinergi
Mau curhat, akhir2 ini saya merasa makin individualistis dalam berbisnis. Sobat2 yang dulu dekat, seolah saya jauhi tanpa disadari. Memang masih keep in touch, tapi tidak sedekat dulu.
Tiap bisnis, kok saya lebih sering kerja sendiri. Mungkin ini yang bikin saya gelisah ya, terlalu mengandalkan diri sendiri
Padahal dengan bersinergi, harusnya kita yakin bahwa terjadi gabungan "jatah rezeki". Kalo jatah rezeki saya lagi seret, mungkin jatah rezeki sobat saya lagi lancar. Begitupun sebaliknya, kalo jatah rezeki sobat saya lagi seret, giliran saya rezekinya lagi lancar.
Indah ya kalo kita pake logika iman kayak gini?
Hikmah kedua, bila bertemu saudara seiman kita lebih sibuk mencari kesamaan-kesamaan yang ada
Yang namanya komunikasi itu bukanlah teknik yang plintat-plintut. Komunikasi itu akan nyambung bila dilakukan dari hati ke hati. Terserah apakah gaya komunikasinya kalem, atau bahkan meledak-ledak. Kalo hatinya nyambung, ya bakalan nyambung.
Sekarang, apa yang terjadi bila seseorang yang kita ajak ngobrol memiliki banyak kesamaan dengan kita. Sama-sama seneng baca, sama-sama blogger, sama-sama tertarik menjadi wirausaha, sama-sama seneng bertualang, sama-sama ingin memperbaiki diri agar tercipta keluarga sakinah (lho kok!).
Tentu kalo ada kesamaan, kita bakalan lebih mudah connect kan?
Inilah yang saya coba latih akhir2 ini. Ngobrol dengan orang yang berbeda zona. Ngobrol dengan orang yang tingkat ekonominya beda, yang pemahaman agamanya beda, yang organisasinya beda, yang hobinya beda, yang umurnya beda, yang asal daerahnya beda.
Karena walau ada perbedaan, pasti ada persamaan. Kenapa tidak fokus pada persamaannya aja, kan sama-sama beriman? Kalau kita selalu fokus pada perbedaan, berarti keimanan kita masih harus dipertanyakan dong.
Jadi, agak aneh kalo ngaku beriman tapi hobinya debat tentang perbedaan. Dan parahnya, hasil debat tersebut cuman menghasilkan perasaan menang-kalah yang melenakan. Bukannya menghasilkan amal nyata.
Hikmah ketiga, bila bertemu saudara seiman kita lebih sibuk melihat kelebihan-kelebihannya dibanding kekurangannya
Dengan berfokus pada kelebihan seseorang, maka kita akan toleran dengan kekurangannya. Toh kita juga punya kekurangan. Betul?
Dengan berfokus pada kelebihan, maka kita jadi pengen bersinergi. Dengan berfokus pada kekurangan, maka kita pengennya single fighter karena merasa diri lebih hebat.
Kalo dia lebih tua, pahalanya lebih banyak dari kita. Kalo dia lebih muda, dosanya lebih sedikit dari kita. Kalo dia lebih pengalaman, keputusannya lebih matang. Kalo dia belum pengalaman, penilaiannya lebih objektif dari kita.
Jadi harusnya aneh kalo golongan tua dan muda, senior dan junior senengnya saling menyalahkan, menghakimi, dan berantem melulu.
Begitulah, intinya kalo kita beriman, kita senang bersinergi. Ga hobi meremehkan, apalagi sampe merasa diri istimewa. Naudzubillah...
Nah hikmah terakhir, salah satu diantara jebakan syetan adalah, saat kita sudah bersinergi dan ternyata gagal maka kita menyimpulkan bahwa single fighter itu lebih baik.
Akibatnya? Walau kelak terlihat sukses, kita akan terasing dalam keramaian. Karena, Allah tidak memberkahi seseorang yang lepas dari "jama'ah"
---
Sebagai tambahan referensi, kita bisa belajar dari angsa di slide ini
Ngomong2, teori mah gampang ya :P
Giliran praktek di lapangan, keimanan kita harus dibuktikan
4 komentar:
Assalamualaikum
bener-bener, kalau sinergi insya Allah rejekinya ganti-gantian :) alias berkesinambungan ga mandeg-mandeg :)
biasanya dengan partner yang selalu berpikiran positif bisa memacu semangat di saat kita lagi males hehe
salam kenal
yuniardo.com
waalaikumsalam warohmatuloh
mas sutradara punya pengalaman pribadi ya :D
Kalo ini pengalaman pribadi yang "belum" bisa dirasakan Agah (Tapi mungkin pernah ngamatin Papah dan Mamah, kali?) : Karena istri saya juga berkarir dengan profesi dokter, sering terjadi waktu rizki lewat saya agak "seret"; ternyata yang lewat istri meningkat, dan sebaliknya.
Jadi, yang benar adalah : rizki itu sudah TERTENTU, atau bahasa yang lebih "bersayap" : tak kan lari gunung dikejar, lah.
Waaaaaaaaah.. tulisannya betul2 bisa saya nikmati utk bahan pencerahan.
Omong2.. kan sayah inih masih junior, muda, tapi ndak gagah perkasa.. hehe.. nganu.. mau blajar sama om ttg bisnis.. (maluh2 sambil ngulur pigih)
Posting Komentar