Sejarah tentang qurban, beranjak kepada kisah Nabi Ibrahim As. Seseorang yang disarankan oleh istrinya, untuk menikahi pembantunya. Demi sebuah harapan akan keturunan yang dapat melanjutkan perjuangan.
Bayangkan kebahagiaan seorang ayah, saat anak yang dinanti sejak lama lahir dengan sehat dan selamat. Sedang lucu-lucunya. Tak terkatakan rasanya.
Tapi Allah memiliki kehendak lain. Anak lucu hasil menanti tadi, Allah suruh untuk ditinggalkan hanya berdua dengan ibunya di sebuah lembah yang tandus. Dan tentu, tidak rasional bagi mereka berdua untuk bertahan hidup.
Singkat cerita, Allah memelihara ibu dan anak tersebut. Keduanya selamat dan sang ayah pun disuruh untuk menjemputnya. Sekarang mari kita bayangkan kembali.
Sebahagia apa sang ayah, saat anaknya yang sudah pernah berpisah tersebut, ternyata kini tumbuh menjadi seorang anak yang shalih dan berkepribadian tinggi. Tentu ini adalah rasa bahagia yang membuncah.
Tapi lagi-lagi Allah memiliki kehendak lain. Karena anak yang paling beliau cintai tadi, ternyata Allah perintahkan untuk disembelih. Walau akhirnya memang diganti oleh gibas/domba besar.
Ingat, Allah hanya menerima pengorbanan yang terbaik. Dan pengorbanan yang terbaik adalah pengorbanan atas apa yang paling kita cintai.
Ciri bahwa sesuatu itu sangat kita cintai adalah, hati kita terasa berat dalam mengorbankannya. Yang paling dicintai saat itu oleh Nabi Ibrahim As adalah anaknya. Nah, bagi kita sendiri, apa yang paling kita cintai dan berani kita korbankan?
Apakah kita rela mengorbankan waktu kita di jalan Allah, padahal kita sibuk?
Apakah kita rela mengorbankan tenaga kita di jalan Allah, padahal kita letih?
Apakah kita rela mengorbankan gengsi kita di jalan Allah, padahal kita disanjung?
Apakah kita rela mengorbankan uang kita di jalan Allah, padahal kita pas-pasan?
Menjawab pertanyaan diatas, sudah seharusnya kita tidak sanggup menjalani hari tanpa istigfar. Minta maaf pada Allah, minta ampun pada Allah. Karena begitu jarang kita berani mengorbankan apa yang kita cintai.
Tak heran, Allah mengabarkan ayat ini untuk menahan kesombongan kita yang merasa banyak berkorban
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada tingkat kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. (Ali Imron 92)
Bersambung...
Bayangkan kebahagiaan seorang ayah, saat anak yang dinanti sejak lama lahir dengan sehat dan selamat. Sedang lucu-lucunya. Tak terkatakan rasanya.
Tapi Allah memiliki kehendak lain. Anak lucu hasil menanti tadi, Allah suruh untuk ditinggalkan hanya berdua dengan ibunya di sebuah lembah yang tandus. Dan tentu, tidak rasional bagi mereka berdua untuk bertahan hidup.
Singkat cerita, Allah memelihara ibu dan anak tersebut. Keduanya selamat dan sang ayah pun disuruh untuk menjemputnya. Sekarang mari kita bayangkan kembali.
Sebahagia apa sang ayah, saat anaknya yang sudah pernah berpisah tersebut, ternyata kini tumbuh menjadi seorang anak yang shalih dan berkepribadian tinggi. Tentu ini adalah rasa bahagia yang membuncah.
Tapi lagi-lagi Allah memiliki kehendak lain. Karena anak yang paling beliau cintai tadi, ternyata Allah perintahkan untuk disembelih. Walau akhirnya memang diganti oleh gibas/domba besar.
Ingat, Allah hanya menerima pengorbanan yang terbaik. Dan pengorbanan yang terbaik adalah pengorbanan atas apa yang paling kita cintai.
Ciri bahwa sesuatu itu sangat kita cintai adalah, hati kita terasa berat dalam mengorbankannya. Yang paling dicintai saat itu oleh Nabi Ibrahim As adalah anaknya. Nah, bagi kita sendiri, apa yang paling kita cintai dan berani kita korbankan?
Apakah kita rela mengorbankan waktu kita di jalan Allah, padahal kita sibuk?
Apakah kita rela mengorbankan tenaga kita di jalan Allah, padahal kita letih?
Apakah kita rela mengorbankan gengsi kita di jalan Allah, padahal kita disanjung?
Apakah kita rela mengorbankan uang kita di jalan Allah, padahal kita pas-pasan?
Menjawab pertanyaan diatas, sudah seharusnya kita tidak sanggup menjalani hari tanpa istigfar. Minta maaf pada Allah, minta ampun pada Allah. Karena begitu jarang kita berani mengorbankan apa yang kita cintai.
Tak heran, Allah mengabarkan ayat ini untuk menahan kesombongan kita yang merasa banyak berkorban
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada tingkat kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. (Ali Imron 92)
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar