Bagi saya Idul Adha kali ini berbeda. Dalam artian yang positif tentunya. Alhamdulillah, ini adalah Idul Adha pertama saya, dimana kali ini Allah titipkan rezekiNya, untuk saya gunakan sebagai sarana membeli hewan qurban.
Ini adalah kali pertama, dimana orangtua saya tidak lagi menitipkan nama saya sebagai wakil mereka dalam berqurban. Saya berkurban atas nama saya sendiri. Alhamdulillah.
Bagi saya Idul Adha kali ini berbeda. Karena baru kali ini saya rasakan, sang penceramah –atas izin Allah- berhasil menyampaikan materi yang menyentuh hati banyak jama’ah di lapangan perumahan kami.
Tidak sedikit yang terisak. Karena mungkin teringat akan dosa dan kesia-siaan yang ia lakukan dalam hidupnya. Bapak-bapak di depan, ibu-ibu di belakang banyak yang berkaca-kaca. Termasuk saya.
Saya merasa ceramah hari ini sangat bermanfaat, karena itulah saya akan tuliskan hikmah apa yang saya dapat dari paparan Al Ustadz Drs. Ade Bunyamin ini.
***
Pembuka
Sejarah akan mengulangi dirinya sendiri. Dan begitulah yang kita temukan di Al Quran. Coba kita amati, jika Allah menyebutkan seorang tokoh di Al Quran, itu tidak semata-mata tanpa tujuan.
Setiap tokoh di Al Quran, memiliki karakteristik yang khas. Dan karakter ini akan senantiasa kita temui dari zaman ke zaman. Misalnya saat disebutkan nama Firaun. Dengan cepat, ingatan kita akan tertuju pada seorang yang diberikan amanat berupa kekuasaan.
Firaun adalah tokoh masyarakat yang merasa dirinya paling hebat, anti nasihat, dan bertabiat mementingkan diri sendiri alias tidak peduli bila rakyat terzalimi.
Dan begitulah, karakteristik Firaun yang seperti tadi senantiasa berulang dari zaman ke zaman. Terserah apakah itu lingkup RT, kantor, kampus, dan sebagainya.
Cerita Pertama : Korbankan yg terbaik
Terkait dengan sejarah yang terus berulang tersebut. Kisah tentang qurban diawali saat zaman Habil dan Qabil.
Habil adalah manusia yang rela berkorban, dengan memberikan pengorbanan yang terbaik.
Sementara Qabil adalah manusia yang egois, picik, karena kalaupun harus berkorban, dia hanya berikan yang buruk-buruk dari yang ia punya
Ingat, pengorbanan yang Allah terima, hanyalah pengorbanan yang terbaik.
Saat ini, saat kita masih hidup. Apa yang sudah kita korbankan untuk Allah? Dan dari sedikit yg pernah kita korbankan tersebut, apakah itu pengorbanan yang terbaik?
Atau kita cukup berkorban sekedarnya saja? Setengah-setengah, bahkan memilih pengorbanan yang paling buruk, dengan kerja asal-asalan.
Sholat asal-asaan, dakwah, asal-asalan, belajar asal-asalan, kerja asal-asalan. Kalau begitu, wajarkah bila Allah menolak pengorbanan yang buruk seperti ini?
Sedih sekali bila apa yang kita korbankan seumur hidup, ternyata sia-sia tidak diterima di sisi Allah. Karena Allah tahu, itu bukan yang terbaik.
bersambung...
Ini adalah kali pertama, dimana orangtua saya tidak lagi menitipkan nama saya sebagai wakil mereka dalam berqurban. Saya berkurban atas nama saya sendiri. Alhamdulillah.
Bagi saya Idul Adha kali ini berbeda. Karena baru kali ini saya rasakan, sang penceramah –atas izin Allah- berhasil menyampaikan materi yang menyentuh hati banyak jama’ah di lapangan perumahan kami.
Tidak sedikit yang terisak. Karena mungkin teringat akan dosa dan kesia-siaan yang ia lakukan dalam hidupnya. Bapak-bapak di depan, ibu-ibu di belakang banyak yang berkaca-kaca. Termasuk saya.
Saya merasa ceramah hari ini sangat bermanfaat, karena itulah saya akan tuliskan hikmah apa yang saya dapat dari paparan Al Ustadz Drs. Ade Bunyamin ini.
***
Pembuka
Sejarah akan mengulangi dirinya sendiri. Dan begitulah yang kita temukan di Al Quran. Coba kita amati, jika Allah menyebutkan seorang tokoh di Al Quran, itu tidak semata-mata tanpa tujuan.
Setiap tokoh di Al Quran, memiliki karakteristik yang khas. Dan karakter ini akan senantiasa kita temui dari zaman ke zaman. Misalnya saat disebutkan nama Firaun. Dengan cepat, ingatan kita akan tertuju pada seorang yang diberikan amanat berupa kekuasaan.
Firaun adalah tokoh masyarakat yang merasa dirinya paling hebat, anti nasihat, dan bertabiat mementingkan diri sendiri alias tidak peduli bila rakyat terzalimi.
Dan begitulah, karakteristik Firaun yang seperti tadi senantiasa berulang dari zaman ke zaman. Terserah apakah itu lingkup RT, kantor, kampus, dan sebagainya.
Cerita Pertama : Korbankan yg terbaik
Terkait dengan sejarah yang terus berulang tersebut. Kisah tentang qurban diawali saat zaman Habil dan Qabil.
Habil adalah manusia yang rela berkorban, dengan memberikan pengorbanan yang terbaik.
Sementara Qabil adalah manusia yang egois, picik, karena kalaupun harus berkorban, dia hanya berikan yang buruk-buruk dari yang ia punya
Ingat, pengorbanan yang Allah terima, hanyalah pengorbanan yang terbaik.
Saat ini, saat kita masih hidup. Apa yang sudah kita korbankan untuk Allah? Dan dari sedikit yg pernah kita korbankan tersebut, apakah itu pengorbanan yang terbaik?
Atau kita cukup berkorban sekedarnya saja? Setengah-setengah, bahkan memilih pengorbanan yang paling buruk, dengan kerja asal-asalan.
Sholat asal-asaan, dakwah, asal-asalan, belajar asal-asalan, kerja asal-asalan. Kalau begitu, wajarkah bila Allah menolak pengorbanan yang buruk seperti ini?
Sedih sekali bila apa yang kita korbankan seumur hidup, ternyata sia-sia tidak diterima di sisi Allah. Karena Allah tahu, itu bukan yang terbaik.
bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar