Obrolan dengan seorang alumni
"Ok Gah, misalkan ada seseorang yang kita cintai. Dia menghadiahi kita sesuatu. Nah, coba untuk jujur. Mana perasaan yang paling dominan ada dalam hati kita?"
"Apakah, kita merasa bahagia karena hadiahnya, atau... kita merasa bahagia karena kita makin dekat dengannya?"
Ngomong2, pada ngerti engga ya :P
Baik deh biar lebih jelas, alkisah...ada seorang pemuda jatuh cinta pada seorang gadis di kelasnya. Sang pemuda mati2an mencari cara agar bisa dekat dengan si dia.
Lalu terpikirlah alibi klasik, yaitu sang pemuda pura2 pinjem buku catetan si dia. Dengan menghancurkan semua keraguan dan rasa bimbang sang pemuda mengutarakan maksudnya. Dan, tanpa disangka, si dia dengan ringan menganggukan kepala sambil tersenyum manis ;)
Ok lupakan dahulu romantisme semu tersebut. Mari kita kembali ke pertanyaan diatas, apakah si pemuda senang karena dipinjami buku catatan ATAU si pemuda senang karena dengan peminjaman buku tersebut bisa membuatnya dekat dengan si dia?
Sudah jelas maksudnya ya?
Saya yakin contoh kasus diatas pernah kita alami dengan berbagai cara yang "lebih kreatif" tapi yang jelas tujuannya sama. Pemberian hanya sarana, karena tujuannya ya biar lebih dekat dengan yang dicinta.
Nah kalau begitu, mari kita ingat apa yang sudah Allah berikan pada kita?
Kedamaian, rasa kenyang, tidur yang nyenyak, keluarga yang harmonis, jalan nafkah baik lewat kerja maupun bisnis, sahabat yang penuh perhatian, buku2 bacaan, akses internet, kesempatan untuk mengikuti pendidikan tinggi, kemudahan pikiran dalam memahami sesuatu, dsb, dsb...
Tidak salah bila kita cukup senang dengan pemberianNya, tapi alangkah lebih indahnya bila kita lebih senang karena dengan pemberian tersebut, kita bisa makin dekat denganNya
"Perasaan dekat" inilah yang mungkin lupa kita hadirkan akhir2 ini
Lupa untuk menghadirkan "rasa" hanya berharap padaNya
Lupa untuk menghadirkan "rasa" hanya cemas karenaNya
Dan mungkin inilah yang membuat variasi ibadah seolah kita tak ada "rasa" nya
"Ok Gah, misalkan ada seseorang yang kita cintai. Dia menghadiahi kita sesuatu. Nah, coba untuk jujur. Mana perasaan yang paling dominan ada dalam hati kita?"
"Apakah, kita merasa bahagia karena hadiahnya, atau... kita merasa bahagia karena kita makin dekat dengannya?"
Ngomong2, pada ngerti engga ya :P
Baik deh biar lebih jelas, alkisah...ada seorang pemuda jatuh cinta pada seorang gadis di kelasnya. Sang pemuda mati2an mencari cara agar bisa dekat dengan si dia.
Lalu terpikirlah alibi klasik, yaitu sang pemuda pura2 pinjem buku catetan si dia. Dengan menghancurkan semua keraguan dan rasa bimbang sang pemuda mengutarakan maksudnya. Dan, tanpa disangka, si dia dengan ringan menganggukan kepala sambil tersenyum manis ;)
Ok lupakan dahulu romantisme semu tersebut. Mari kita kembali ke pertanyaan diatas, apakah si pemuda senang karena dipinjami buku catatan ATAU si pemuda senang karena dengan peminjaman buku tersebut bisa membuatnya dekat dengan si dia?
Sudah jelas maksudnya ya?
Saya yakin contoh kasus diatas pernah kita alami dengan berbagai cara yang "lebih kreatif" tapi yang jelas tujuannya sama. Pemberian hanya sarana, karena tujuannya ya biar lebih dekat dengan yang dicinta.
Nah kalau begitu, mari kita ingat apa yang sudah Allah berikan pada kita?
Kedamaian, rasa kenyang, tidur yang nyenyak, keluarga yang harmonis, jalan nafkah baik lewat kerja maupun bisnis, sahabat yang penuh perhatian, buku2 bacaan, akses internet, kesempatan untuk mengikuti pendidikan tinggi, kemudahan pikiran dalam memahami sesuatu, dsb, dsb...
Tidak salah bila kita cukup senang dengan pemberianNya, tapi alangkah lebih indahnya bila kita lebih senang karena dengan pemberian tersebut, kita bisa makin dekat denganNya
"Perasaan dekat" inilah yang mungkin lupa kita hadirkan akhir2 ini
Lupa untuk menghadirkan "rasa" hanya berharap padaNya
Lupa untuk menghadirkan "rasa" hanya cemas karenaNya
Dan mungkin inilah yang membuat variasi ibadah seolah kita tak ada "rasa" nya
5 komentar:
Ngomong2, pada ngerti engga ya :P
Uh, Gah...ngartos pisan...pisan...:p
punten ngiring comment
aduh jujur saya sedikit malu setelah baca tulisan "Kedekatan dengan SiDIa"
memang sy akuin bahwa jarang saya menyadari bahwa telah banyak yang telah diberikan oleh Tuhan kita, dan atas hubungan antara mahluk dan penciptanya kadang sy lupa dengan kegiatan atau kesenangan dunia...
tapi di kala susah kadang baru inget...
sekali lagi makasih atas tulisan ini...
tulisan ini cukup menyadarkan saya....
saya milih opsi yang kedua, hohohohoho
@ kang don : undang lagi saya ke SSG lah, biar ketemuan sama si dia yang kemaren "bercahaya" hahaha....
@ mas henri : kalo tulisan ini bisa menyadarkan mas, alhamdulillah. Semoga saya pun tetep sadar :)
@ joe sacth : blog ini tidak menerima komentar dari seleb aneh kayak anda :D
Wah, gk boleh Gah...tos ditalian ku abdi nu 'caang' eta mah >:)
Posting Komentar