Minggu, 09 September 2007

DILEMA UMUR

Salah satu target saya pekan ini adalah mencari pegawai untuk menggantikan Mas Sarno. Sebabnya, dalam dua bulan kedepan masa “sewa” saya kepada perusahaan yang aslinya memperkerjakan beliau akan habis.

Singkatnya sih, beliau dipinjamkan pada saya, agar dapat mendidik pegawai baru yang sama sekali ngblank dalam aktivitas perfotokopian.

Nah satu orang pengganti sudah didapat. Namanya Yuli, baru lulus SMP di Garut. Saat saya tanya kenapa ngga nerusin sekolah, malahan langsung kerja? Dengan ringan dia menjawab, malu minta uang terus ke orangtua. Ingin punya penghasilan sendiri, katanya.

Saya belum menganggap ini sebuah dilema. Karena akhirnya tanpa pikir panjang Yuli pun saya terima. Salah satu pertimbangannya adalah karena dia merupakan adik kandung dari Teteh Wiwin, penjaga wartel didepan saya.

Nah, masalahnya dia adalah perempuan. Yang tentu kelebihannya adalah cermat, teliti, dan jujur. Namun, (dalam bidang fotokopi) kurang gesit, mudah menyerah khususnya saat terkait perawatan mesin, dan suka ngga pe-de kalo ngejilid yang skala besar.

Ok deh, karena emang saya butuh, maka saya pun nyari calon pegawai baru yang merupakan kaum adam. Saya SMS kesana-sini, temen SMA, kuliah, kenalan, dan orang-orang yang saya anggap bisa bantuin saya.

Singkat cerita, kandidat adalah seorang remaja yang (lagi-lagi) baru lulus SMP dan memiliki alasan yang serupa “Malu minta terus sama orangtua” Namanya Hamdan.

Tadinya saya ngga mau nerima dia karena beberapa pertimbangan
1. Terlalu muda
2. Khawatir sering bolos (mental remaja)
3. Pengalaman di bidang ini ngga punya

Nah tapi Kang Agus, orang yang merekomendasikannya berkata seperti ini : “Gah, kalo kamu biarin dia nganggur, kemungkinannya adalah dia bakan maen melulu sama temen2nya sesama anak putus sekolah, dan ada kemungkinan gaul ngga bener, narkoba lah, nyuri lah, mabok lah, dan sebagainya

Dan karena itulah saran beliau saya terima. Akhirnya Hamdan insya Allah mulai kerja bulan depan di tempat saya.

Sebenernya sebelum memutuskan, saya mau minta pertimbangan dulu ke kenalan2 yang punya ilmu di bidang ini. Misalkan psikolog, temen deket yang pengalaman jadi mentor anak muda, atau sesama pengusaha yang punya pengalaman serupa.

Jujur aja, saya tuh khawatir menjadi orang yang merenggut (cieh bahasanya..) masa muda anak-anak ini. Harusnya happy, malahan kerja. Tapi da gimana, saya belum punya duit buat nyekolahin, mau ngedidik khawatir setengah hati dan di waktu sisa, trus kalo dibiarin ada kemungkinan mereka malah gaulnya kacau.

Akhirnya, dengan mengandalkan intusi, ya sudah saya putuskan. Yuli dan (bulan depan) Hamdan saya terima.

Sampai sekarang masih dilema sih, beneran

NB :
1. Maaf Pak Presiden, mau ngingetin kalo fakir miskin dan anak terlantar itu katanya diurus negara, siapa tau lupa...

2. Ada yang punya ide, sampah kertas fotokopian bisa dijadiin apa ? Sayang nih, tiap hari sekarung cuman di kilo doang. Siapa tau kita bisa partneran dan menghasilkan bisnis milyaran

Tidak ada komentar: