Alhamdulillah, kabar gembira datang dari Budi, manajer keuangan RK
"Kang Agah, terhitung bulan Agustus, cashflow kita mulai positif"
Serasa melayang2 ke langit ke tujuh mendengarnya. Walau kemudian kesadaran saya pulih mendadak setelah mengetahui bahwa angkanya cuma cukup buat beli sepasang sepatu pantofel :D
Tapi biarlah, seberapapun angkanya, ini adalah suatu hal yang sangat patut disyukuri. Pencapaian kami terbilang cepat bila dibandingkan dengan cerita teman2 lain yang sama2 merintis bisnis.
Mungkin ada yang bertanya2, gimana caranya biar sebuah bisnis bisa bertahan di awal2 pendiriannya?
Ulasan dari teman saya, Tante Adzan mungkin bisa mewakili
----
Suatu siang ada sahabat datang ke rumah
mr.X : Zan, istri gw udah siap nih buka resto bakmi
saya : Oh bagus, emang ada permintaan?
mr.X : Ga sih, cuma dia diajarin sama koki terkenal, bahan baku murah dsb...
Ditempat lain, dengan tokoh yang berbeda
si Y : Eh gw kenal sama produsen jilbab yang itu lho.. mau jualan jilbab juga ah
saya : Emang ada permintaan jilbab?
si Y : Ya ga ada sih..
Coba perhatikan,
dua orang diatas hanya memperhatikan aspek produksi dari perusahaan (kesediaan suplier dan bahan baku). Padahal prinsip entrepreneur adalah "to sell". kata "to sell" ini memerlukan obyek tentunya, yaitu buyer or customer. Subyek nya pun diri kita sendiri sebagai pedagang. Sama sekali ga perlu peran Suplier disini. Betul ga?
Kalau kata Pak Fauzi, sama dengan konsep dagang di negeri china.
Satu cerita lagi dari temen saya yang lain, sebut saja Z
mr.Z : gw mau bikin sabun sejenis sunlight
saya : wah bagus donk. ada permintaan? (pertanyaan standar saya hehehe)
mr.Z : ya pasti ada lah. Pengguna sunlight itu misalkan 10 juta orang, masa ya susah saya mau ambil 10% nya (baca : 1juta orang). Harga kita lebih murah loh
saya : ya susahlah.. (tentu saja diucapkan dalam hati ahhaha)
Kenapa dibilang berdagang di negeri china, karena ada pepatah "masa iya dari 1 milyar penduduk china 1%-nya ga menggunakan sabun produksi saya"
Lagi-lagi aspek produksi!
Kenapa sih ga mulai bisnis dari yang jelas2 sudah ada permintaan!!
Nah ini contoh yang lebih mentingin aspek keuangan
mr.A : Gw punya duit 1 M diabisin buat apa ya
saya : terserah
mr.A : gw beli indomaret sama shop and drive deh
saya : pertimbangannya? emang suka bisnis retail sama bengkel?
mr.A : ngga juga sih. cuma mau invest aja
Bandingkan dengan yang ini.. rasakan bedanya
mr.B : gw mau produksi bioethanol ah..
saya : loh kenapa?
mr.B : abis udah ada buyer yang mau, tinggal kontrak maka beres
Udah pasti untung kan?
Atau yang satu ini
Mrs.C : Mas, karyawan mas kan ada 30 orang, saya yang bikin catering nya deh. Dijamin lebih murah, sehat, enak. Saya belum punya usaha apa2 nih mas.
saya : Ya, kenapa enggak
Udah pasti untung kan?
Ditambahin deh
Mr.D : Mas, kan warnet ada belasan, ditambah ada ISP sama konsultan, gimana klo yang suplay komputer dan hardware saya aja. Saya jamin lebih murah, servis dan purna jual lebih memuaskan
saya : Ya kenapa ngga, udah pasti untung kan?
Gimana, ada perbedaan kan?
Yang fokus sama produksi sepertinya lebih gambling dan berisiko. Model seperti inilah yang sering dianut oleh teman2 kita. Dan salah satu penyebab terbesar kegagalan berbisnis.
Sementara 3 ilustrasi terakhir adalah orang2 yang fokus sama demand, baru setelah itu mikirin produksi dan lain2. Orang2 seperti inilah yang memastikan kemenangan sebelum bertarung.
Itulah mengapa Bob Sadino pada awalnya door to door jualan telur ayam. Karena saat itu (selain kurang modal tentunya), permintaan yang ada hanyalah yang dari rumah ke rumah. Jadi ga perlu kan bermodal ribuan peti telur. Orang permintaannya baru tetangga sekitar. Jadi utilitas modal tinggi, penggunaaan modal menjadi efisien, perputaran uang pun cepat. Yang begini ini nih!
Itulah mengapa Adzan (gaya dikit ah) berani bisnis ISP internet provider. Dulu kita berani bisnis ISP karena kita sudah ada "modal" 10 warnet lebih plus warnet-warnet rekanan yang siap berlangganan dengan kita. Dan saat itu kita sedang mengarahkan rudal-rudal marketing kita ke corporate.
Semoga tulisan ini menjawab pertanyaan2 seperti
"Mau bisnis apa ya.."
"Mulai darimana ya.."
"Gak punya modal nih.."
Atau menjawab pertanyaan2 seperti
"Kok bisnis si A bisa ancur ya, padahal kan dia dekat dengan suplier nya blablabla..."
Karena informasi tentang permintaan itu yang "mahal"
Kalo kita udah tau info tentang kebutuhan suatu produk barang/jasa, dengan mudah kita mencari calon suplier2 kita. Bisnis kita pun sudah hampir bisa dipastikan untung.
Nah nanti kalo permintaan sudah menjadi banyak, pasti urusan produksi dan keuangan bisa menyesuaikan dengan sendirinya. Produksi bisa di outsource, keuangan bisa ke bank. wong ada permintaan ya ga
Beda klo dari awal kita mentingin produksi. Permintaan belum tentu ada. Akhirnya gulung tikar deh karena produk kita ga ada yang beli. Sementara overhead tinggi
Sekali lagi mohon dicatat
(sebenernya ini pesen buat diri sendiri yang juga sering kegelincir disini)
Jangan silau dengan aspek Produksi!
Tapi pastikan Permintaan!
Smoga bisa mengubah mindset kita, bahwa bisnis itu gak perlu modal uang besar. Karena diri kita sendiri lah modal terbesar. Perbanyak silaturahmi, jaga amanah.
Smoga berguna
---
Nah salah satu hikmah bisnis di RK adalah, pola kepemimpinan saya berubah dari yang asalnya top down (bikin visi misi, sibuk rapihin administrasi, struktur organisasi) menjadi bottom up (fokus ngejar omset dulu, karena cashflow ibarat darahnya perusahaan).
Dan ternyata hasilnya, alhamdulillah berhasil, walau jumlahnya baru bisa buat beli sepatu pantofel doang :D
Terakhir, kalo mau yang sedikit ilmiah, temen2 bisa baca tulisan dari dosen favorit saya, Pak Yudi Pram yang judulnya Strategy During Infant Period
Gambar dari sini
"Kang Agah, terhitung bulan Agustus, cashflow kita mulai positif"
Serasa melayang2 ke langit ke tujuh mendengarnya. Walau kemudian kesadaran saya pulih mendadak setelah mengetahui bahwa angkanya cuma cukup buat beli sepasang sepatu pantofel :D
Tapi biarlah, seberapapun angkanya, ini adalah suatu hal yang sangat patut disyukuri. Pencapaian kami terbilang cepat bila dibandingkan dengan cerita teman2 lain yang sama2 merintis bisnis.
Mungkin ada yang bertanya2, gimana caranya biar sebuah bisnis bisa bertahan di awal2 pendiriannya?
Ulasan dari teman saya, Tante Adzan mungkin bisa mewakili
----
Suatu siang ada sahabat datang ke rumah
mr.X : Zan, istri gw udah siap nih buka resto bakmi
saya : Oh bagus, emang ada permintaan?
mr.X : Ga sih, cuma dia diajarin sama koki terkenal, bahan baku murah dsb...
Ditempat lain, dengan tokoh yang berbeda
si Y : Eh gw kenal sama produsen jilbab yang itu lho.. mau jualan jilbab juga ah
saya : Emang ada permintaan jilbab?
si Y : Ya ga ada sih..
Coba perhatikan,
dua orang diatas hanya memperhatikan aspek produksi dari perusahaan (kesediaan suplier dan bahan baku). Padahal prinsip entrepreneur adalah "to sell". kata "to sell" ini memerlukan obyek tentunya, yaitu buyer or customer. Subyek nya pun diri kita sendiri sebagai pedagang. Sama sekali ga perlu peran Suplier disini. Betul ga?
Kalau kata Pak Fauzi, sama dengan konsep dagang di negeri china.
Satu cerita lagi dari temen saya yang lain, sebut saja Z
mr.Z : gw mau bikin sabun sejenis sunlight
saya : wah bagus donk. ada permintaan? (pertanyaan standar saya hehehe)
mr.Z : ya pasti ada lah. Pengguna sunlight itu misalkan 10 juta orang, masa ya susah saya mau ambil 10% nya (baca : 1juta orang). Harga kita lebih murah loh
saya : ya susahlah.. (tentu saja diucapkan dalam hati ahhaha)
Kenapa dibilang berdagang di negeri china, karena ada pepatah "masa iya dari 1 milyar penduduk china 1%-nya ga menggunakan sabun produksi saya"
Lagi-lagi aspek produksi!
Kenapa sih ga mulai bisnis dari yang jelas2 sudah ada permintaan!!
Nah ini contoh yang lebih mentingin aspek keuangan
mr.A : Gw punya duit 1 M diabisin buat apa ya
saya : terserah
mr.A : gw beli indomaret sama shop and drive deh
saya : pertimbangannya? emang suka bisnis retail sama bengkel?
mr.A : ngga juga sih. cuma mau invest aja
Bandingkan dengan yang ini.. rasakan bedanya
mr.B : gw mau produksi bioethanol ah..
saya : loh kenapa?
mr.B : abis udah ada buyer yang mau, tinggal kontrak maka beres
Udah pasti untung kan?
Atau yang satu ini
Mrs.C : Mas, karyawan mas kan ada 30 orang, saya yang bikin catering nya deh. Dijamin lebih murah, sehat, enak. Saya belum punya usaha apa2 nih mas.
saya : Ya, kenapa enggak
Udah pasti untung kan?
Ditambahin deh
Mr.D : Mas, kan warnet ada belasan, ditambah ada ISP sama konsultan, gimana klo yang suplay komputer dan hardware saya aja. Saya jamin lebih murah, servis dan purna jual lebih memuaskan
saya : Ya kenapa ngga, udah pasti untung kan?
Gimana, ada perbedaan kan?
Yang fokus sama produksi sepertinya lebih gambling dan berisiko. Model seperti inilah yang sering dianut oleh teman2 kita. Dan salah satu penyebab terbesar kegagalan berbisnis.
Sementara 3 ilustrasi terakhir adalah orang2 yang fokus sama demand, baru setelah itu mikirin produksi dan lain2. Orang2 seperti inilah yang memastikan kemenangan sebelum bertarung.
Itulah mengapa Bob Sadino pada awalnya door to door jualan telur ayam. Karena saat itu (selain kurang modal tentunya), permintaan yang ada hanyalah yang dari rumah ke rumah. Jadi ga perlu kan bermodal ribuan peti telur. Orang permintaannya baru tetangga sekitar. Jadi utilitas modal tinggi, penggunaaan modal menjadi efisien, perputaran uang pun cepat. Yang begini ini nih!
Itulah mengapa Adzan (gaya dikit ah) berani bisnis ISP internet provider. Dulu kita berani bisnis ISP karena kita sudah ada "modal" 10 warnet lebih plus warnet-warnet rekanan yang siap berlangganan dengan kita. Dan saat itu kita sedang mengarahkan rudal-rudal marketing kita ke corporate.
Semoga tulisan ini menjawab pertanyaan2 seperti
"Mau bisnis apa ya.."
"Mulai darimana ya.."
"Gak punya modal nih.."
Atau menjawab pertanyaan2 seperti
"Kok bisnis si A bisa ancur ya, padahal kan dia dekat dengan suplier nya blablabla..."
Karena informasi tentang permintaan itu yang "mahal"
Kalo kita udah tau info tentang kebutuhan suatu produk barang/jasa, dengan mudah kita mencari calon suplier2 kita. Bisnis kita pun sudah hampir bisa dipastikan untung.
Nah nanti kalo permintaan sudah menjadi banyak, pasti urusan produksi dan keuangan bisa menyesuaikan dengan sendirinya. Produksi bisa di outsource, keuangan bisa ke bank. wong ada permintaan ya ga
Beda klo dari awal kita mentingin produksi. Permintaan belum tentu ada. Akhirnya gulung tikar deh karena produk kita ga ada yang beli. Sementara overhead tinggi
Sekali lagi mohon dicatat
(sebenernya ini pesen buat diri sendiri yang juga sering kegelincir disini)
Jangan silau dengan aspek Produksi!
Tapi pastikan Permintaan!
Smoga bisa mengubah mindset kita, bahwa bisnis itu gak perlu modal uang besar. Karena diri kita sendiri lah modal terbesar. Perbanyak silaturahmi, jaga amanah.
Smoga berguna
---
Nah salah satu hikmah bisnis di RK adalah, pola kepemimpinan saya berubah dari yang asalnya top down (bikin visi misi, sibuk rapihin administrasi, struktur organisasi) menjadi bottom up (fokus ngejar omset dulu, karena cashflow ibarat darahnya perusahaan).
Dan ternyata hasilnya, alhamdulillah berhasil, walau jumlahnya baru bisa buat beli sepatu pantofel doang :D
Terakhir, kalo mau yang sedikit ilmiah, temen2 bisa baca tulisan dari dosen favorit saya, Pak Yudi Pram yang judulnya Strategy During Infant Period
Gambar dari sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar